Rabu, 11 November 2009

Protocol x.25

Protocol x.25 adalah Standar internasional untuk akses jaringan dengan penyakelaran paket (packet switching) yang pertama muncul adalah X.25, yang direkomendasikan oleh CCITT (sekarang ITU-T) pada tahun 1976. Frame Relay yang muncul setelah X.25 ternyata jauh lebih efektif daripada X.25, karena X.25 kerjanya menjadi lambat karena adanya koreksi dan deteksi kesalahan. Frame Relay memiliki sedikit perbedaan, ia mendefinisikan secara berulang header-nya pada bagian awal dari frame seperti terlihat pada Gambar 1d, sehingga dihasilkan header frame normal 2-byte. Header Frame Relay dapat juga diperluas menjadi 3-byte atau 4-byte untuk menambah ruang alamat total yang disediakan. Dalam gambar-gambar yang mengilustrasikan jaringan-jaringan Frame Relay, piranti-piranti pengguna ditunjukkan sebagai pengarah-pengarah LAN, karena hal tersebut merupakan aplikasi Frame Relay yang berlaku secara umum. Tentu saja mereka dapat juga merupakan jembatan-jembatan LAN, Host atau front-end processor atau piranti lainnya dengan sebuah antarmuka Frame Relay.
Header Frame Relay terdiri dari deretan angka sepuluh bit, DLCI (Data Link Connection Identifier) merupakan nomor rangkaian virtual Frame Relay yang berkaitan dengan arah tujuan frame tersebut. Dalam hal hubungan antar kerja LAN-WAN, DLCI ini akan menunjukkan port-port yang merupakan LAN pada sisi tujuan yang akan dicapai.

Device pada X.25 ini terbagi menjadi tiga kategori:

* Data Terminal Equipment (DTE),
* Data Circuit-terminating Equipment (DCE) serta
* Packet Switching Exchange (PSE).
* Device yang digolongkan DTE adalah end-system seperti terminal, PC, host jaringan (user device).
* Sedang device DCE adalah device komunikasi seperti modem dan switch. Device inilah yang menyediakan interface bagi komunikasi antara DTE dan PSE. Adapun PSE ialah switch yang yang menyusun sebagian besar carrier network. Hubungan antar ketiga kategori ini diilustrasikan pada gambar dibawah ini.

Protokol Pada X.25

* Penggunaan protokol pada model standar X.25 ini meliputi tiga layer terbawah dari model referensi OSI. Terdapat tiga protokol yang biasa digunakan pada implementasi X.25 yaitu:
* Packet-Layer Protocol (PLP),
* Link Access Procedure, Balanced (LAPB)
* Serta beberapa standar elektronik dari interface layer fisik seperti EIA/TIA-232, EIA/TIA-449, EIA-530, dan G.703.
* Gambar di bawah ini mengilustrasikan protokol-protokol X.25 ini pada model OSI.

ebelum dua titik saling berkomunikasi dengan menggunakan protokol X.25 maka kedua titik ini harus terlehih dahulu membangun hubungan. Terdapat dua jenis mode dalam X.25 untuk membangun hubungan yaitu:

· SVC (Switched Virtual Channel), Dalam mode ini node yang berinisiatif untuk membangun koneksi harus mengirimkan sinyal call request ke node tujuan. Bila diterima maka node tujuan akan mengirimkan sinyal call accepted dan sebaliknya bila ditolak maka node tujuan akan mengirimkan sinyal call rejected. Analogi dari mode koneksi ini adalah komunikasi melalui telepon, bila seseorang ingin menghubungi orang lain maka orang tersebut terlebih dahulu harus men-dial nomor tertentu. Diterima tidaknya panggilan ini tergantung dari titik tujuan. Virtual channel yang digunakan dalam mode SVC adalah per call basis.

· PVC (Permanent Virtual Channel), Dalam mode ini virtual channel yang digunakan bersifat dedicated dan tidak perlu adanya ritual call setup. Analogi dari mode ini ini adalah saluran leased line dimana secara end-t-end hubungan fisik dan logik sudah terbentuk.

Kelebihan:

· Protokol X.25 memiliki kecepatan yang lebih tinggi dibanding RS-232 (64 kbps dibanding 9600 bps).

· Protokol X.25 memiliki kemampuan untuk menyediakan logical channel per aplikasi.

· Pendudukan logical channel dapat dilakukan secara permanen dengan mode PVC (Permanent Virtual Channel) maupun temporary dengan mode SVC (Switched Virtual Channel) disesuaikan dengan kebutuhan.

· Data transfer pada X.25 bersifat reliable, data dijamin bahwa urutan penerimaan akan sama dengan waktu data dikirimkan.

· Protokol X.25 memiliki kemampuan error detection dan error correction.

Kekurangan:

· Tidak semua sentral memiliki antarmuka X.25. Sehingga diperlukan pengadaan modul X.25 dengan syarat bahwa sentral sudah support X.25.

· Untuk pengembangan aplikasi berbasis protokol X.25 membutuhkan biaya yang relatif lebih besar dibanding dengan RS-232 terutama untuk pembelian card adapter X.25.

· Untuk komunikasi data antara sentral dengan perangkat OMT beberapa sentral diidentifikasi menggunakan protokol proprietary vendor tertentu yang berjalan di atas protokol X.25.

0 komentar:

Posting Komentar

 

ELSA NOVRIATI LINA Copyright © 2009 Girlymagz is Designed by Bie Girl Vector by Ipietoon | SEO by: Templates Block